Menyingkap Krisis Spiritual dan Sosial dalam Cerpen Klasik A.A. Navis

Kamis, 5 Juni 2025 23:30 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pentingnya Niat yang Tulus dalam Berdoa
Iklan

Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis mengajak pembaca merenungkan pentingnya keseimbangan antara ibadah dan tanggung jawab sosial.

Robohnya Surau Kami adalah sebuah cerpen karya A.A. Navis, seorang sastrawan Indonesia yang dikenal dengan karya-karyanya yang mengangkat kritik sosial dan nilai-nilai kemanusiaan. Cerpen ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1956 dan hingga kini tetap relevan sebagai refleksi atas kondisi sosial dan spiritual masyarakat. Melalui ceritanya, Navis mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara ibadah, tanggung jawab sosial, dan kehidupan bermasyarakat.

 

Cerpen ini mengisahkan seorang kakek tua yang tinggal seorang diri di sebuah surau tua di desanya. Ia bertugas sebagai penjaga surau dan mengandalkan pengasahan pisau untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meski hidup sederhana dan bergantung pada kemurahan warga sekitar, kakek ini taat beribadah dan menghabiskan waktunya di surau.

 

Suatu hari, datanglah Ajo Sidi, seorang pembual desa yang suka bercerita dan bekerja keras. Dalam perbincangan mereka, Ajo Sidi menceritakan kisah tentang Haji Saleh, seorang pria yang sepanjang hidupnya rajin beribadah tapi akhirnya masuk neraka. Cerita itu membuat kakek penjaga surau merasa tersindir dan mulai memikirkan kehidupannya sendiri.

 

Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh merasa heran karena ia sudah menjalankan ibadah dengan tekun, namun di hari keputusan, ia malah dimasukkan ke neraka. Tuhan menjelaskan bahwa Haji Saleh hidup di negeri yang kaya raya namun membiarkan dirinya dan keluarganya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan karena ia hanya fokus beribadah tanpa berusaha bekerja keras dan memperbaiki keadaan duniawi.

 

Kakek penjaga surau merasa sangat tertekan dan sedih setelah mendengar cerita tersebut. Ia mulai mempertanyakan apakah ibadahnya selama ini sudah benar dan apakah ia juga termasuk orang yang lalai terhadap tanggung jawab sosial dan keluarganya. Perasaan bersalah dan kebingungan itu semakin membebaninya.

 

Akhirnya, karena tidak kuat menanggung beban pikiran dan perasaan itu, kakek tersebut memilih mengakhiri hidupnya dengan menggorok lehernya sendiri menggunakan pisau cukur.

 

Review Isi

Cerpen ini mengandung pesan moral yang kuat bahwa ibadah tidak cukup hanya dilakukan secara ritualistik tanpa diimbangi dengan tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap sesama. A.A. Navis menegaskan bahwa keseimbangan antara kehidupan spiritual dan duniawi sangat penting agar seseorang tidak terjebak dalam kesalehan semu yang justru merugikan dirinya dan orang lain.

 

Tindakan kakek yang mengakhiri hidupnya dengan cara tragis bisa dipahami sebagai ekspresi keputusasaan akibat konflik batin yang sangat dalam. Ia merasa gagal menjalankan peran sebagai penjaga surau sekaligus anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Beban moral yang menumpuk, rasa bersalah atas ketidakmampuannya menjaga nilai-nilai spiritual dan sosial, serta tekanan dari cerita Ajo Sidi membuatnya kehilangan harapan. Kematian kakek menjadi gambaran dramatis tentang bagaimana ketidakseimbangan antara ibadah dan tanggung jawab sosial dapat menghancurkan jiwa seseorang.

 

Cerpen ini mengajak kita untuk tidak hanya fokus pada ibadah pribadi, tetapi juga aktif berperan dalam memperbaiki kondisi sosial dan membantu sesama. Nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian sosial adalah fondasi penting agar kehidupan bermasyarakat tetap harmonis dan bermakna.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler